Ads 468x60px

Tuesday, March 6, 2012

Radikalisme Agama


(Study Terhadap Buku “Agama dan Kekerasan: Dalam Transisi Demokrasi di Indonesia”, Karya Haqqul Yaqin Perspektif Pendidikan Islam)
m Jenis Penelitian
Dalam jenis penelitian ini saya menggunakan obyek utama berupa buku “Agama dan Kekerasan: Dalam Transisi Demokrasi di Indonesia”, karya Haqqul Yaqin, dengan inti bahasannya pada kekerasan dalam agama. Maka penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan.
m Metode Pengumpulan Data.
Adapun data pada penelitan ini dibagi menjadi dua yaitu:
1.      Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari subjek sebagai sumber informasi.[1] Data primer dari penelitian ini berasal dari sebuah buku yang berjudul “Agama dan Kekerasan: Dalam Transisi Demokrasi di Indonesia”penerbit eLSAQ Press Yogyakarta.
2.      Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari pihak lain,[2] atau data tidak langsung yang diperoleh dari sumber bahan pustaka yang pembahasannya tidak jauh dari objek penelitian ini. Sumber data sekunder dijadikan bahan untuk mengembangkan dalam menganilisis persoalan-persoalan dalam penelitian ini. Misalnya Jihad Intelektual: Merumuskan Parameter-Parameter Sains Islam yang ditulis oleh Ziauddin Sardan. Agama dan Krisis Kemanusiaan Modern yang ditulis oleh Prof. Dr. H. Ahmad Syafii Maarif. Islam dan Modernisme (Kritik terhadap Berbagai Usaha Sekulerisasi Dunia Islam) yang diterjemahkan oleh A. Jainuri dan Syafiq A. Mughni. Islam dalam Perspektif Sosiologi Agama yang diterjemahkan oleh Drs. Machnun Husein.
m Analisis Data dan Pembahasan
Analisis data perlu dilakukan untuk meningkatkan pemahaman penulis tentang persoalan yang diteliti dan mengkajinya sebagai temuan orang lain.[3] Dalam penelitian kali ini, penulis akan memaparkan nilai/idea yang dibawakan oleh Haqqul Yaqin dalam bukunya yang berjudul “Agama dan Kekerasan: Dalam Transisi Demokrasi di Indonesia”.
Seluruh agama di dunia mengajarkan saling mengasihi antar manusia beserta keragamannya. Esensi agama adalah saling mengasihi. Praktik kekerasan merupakan tindakan yang paling dikutuk oleh agama, karena kekerasan pada dirinya tidak akan pernah memberikan kesejahteraan dan keselamatan baik kepada ummat manusia maupun kehidupan alam raya. Praktik kekerasan yang menerapkan simbol agama akan mereduksi dan mendevaluasi kesucian agama.
Beberapa simbol kekerasan dalam teks agama antara lain: jihad, kurban, penyaliban Yesus, dan lain sebagainya.
 Dalam ayat al-Qur’an 22:78, makna dasar yang dimaksudkan jihad di situ bukanlah perang, melainkan sebagai usaha internal di jalan Allah yang digambarkan dengan jihad subtansial (haqqa jihaadih). Makna ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad ketika baru saja pulang dari jihad kecil untuk menempuh jihad yang lebih besar (yakni usaha batin untuk tunduk kepada Allah secara sungguh-sungguh). Oleh karena itu, ketika Allah memberi perintah langsung kepada umat Islam untuk berperang, kata yang digunakan bukanlah jihad tetapi qital (berperang)/ qaatiluu (berperanglah kalian).
 Tapi pada akhirnya penafsiran doktrin jihad berkembang pada pemahaman-pemahaman hubungan diplomatik antara satu wilayah kekuasaan dengan wilayah lainnya, Muslim maupun non-muslim. Jihad menjadi pengertian yang sarat dengan praktik-praktik militer dan memaklumkan digunakannya kekerasan untuk mengislamkan non-muslim atau seteru wilayah kekuasaan Muslim lainnya dengan mencari dalih dan mengecap pihak lawan sebagai pembangkang.[4] Sedangkan kurban diasumsikan bagian dari misi suci ajaran agamanya sebagai mediasi yang dapat menghubungkan orang yang memberi kurban dengan kekuatan dewa (Tuhan). Padahal sesungguhnya memaknai kurban tidak harus dengan darah ataupun kekerasan fisik. Sedangkan bagi umat Kristiani, salib Yesus adalah puncak pembelaan setiap insan yang dibelenggu penderitaan.
Begitu juga yang terjadi di Indonesia pada akhir millenium kedua dan menjelang lengsernya tokoh sentral Orde Baru, Soeharto, tiba-tiba dihantui oleh berbagai peristiwa kerusuhan massal dan kekerasan yang mengatasnamakan Agama. Di beberapa daerah di Indonesia, terjadi berbagai kekerasan yang dipicu oleh persoalan suku, etnis, dan agama. Praktik kekerasan politik yang menunjukkan kenaikan angka eskalasinya, semakin merisaukan ketika Agama semakin kental mewarnai peristiwa demi peristiwa kekerasan itu.

Dalam buku Agama dan Krisis Kemanusiaan Modern yang ditulis oleh Prof. Dr. H. Ahmad Syafii Maarif memaparkan berbagai problem kemajemukan yang ada di Indonesia serta fenomena-fenomena kerusuhan yang terjadi di beberapa daerah yang ada di Indonesia. Misalnya kerusuhan yang terjadi di Timor Timur, Irian Jaya, Kalimantan Barat, Situbondo, Tasikmalaya, Rengasdengklok, Pekalongan, dan lain-lain mengisyaratkan betapa kompleks persoalan-persoalan yang dihadapi Indonesia. Persolan-persoalan tersebut merupakan hubungan antar etnik, daerah, kelompok, dan agama dengan masalah-masalah ekonomi, sosial budaya, politik, dan kepentingan-kepentingan masyarakat lainnya bertemu secara saling silang sehingga memunculkan masalah yang rumit dan tumpang tindih. Karenanya perlu dilakukan pemahaman-pemahaman dari berbagai sudut pandang untuk mengenali masalah-masalah bangsa yang bersifat pusparagam itu, agar tidak terjebak pada penyederhanaan-penyederhanaan yang mungkin dapat memecahkan masalah sesaat tetapi justru menyimpan potensi konflik yang serius di masa mendatang. Di sinilah pentingnya memahami potensi integrasi untuk dikembangkan dan potensi konflik untuk diredam dalam membangun kehidupan bangsa yang lebih sehat di masa mendatang.


[1] Saifudin Anwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hal. 91
[2] Ibid
[3] Noeng Muhajir, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarakin, 1989), hal. 183
[4] Haqqul Yaqin, Agama dan Kekerasan: Dalam Transisi Demokrasi di Indonesia, (Yogyakarta:  eLSAQ Press, 2009) , hal. 13

0 komentar:

Post a Comment

babble pour whatever you feel!

Health

cuba2